CAKRA REPUBLIK COM – ROHUL – Pada prakteknya ada banyak pekerjaan yang mengalami keterlambatan dengan berbagai penyebabnya masing-masing. pembangunan DPRD Rohul merupakan satu satunya proyek strategis pemerintah Rohul pada tahun anggaran 2024 yang mengalami keterlambatan. Publik menanti kinerja PPK dalam menangani kontrak karena berjalannya proyek tak lepas dari kebijakan PPK.
Mendekati pertengahan Januari 2025 tampak luar masih banyak pembangunan gedung DPRD Rokan Hulu yang jauh dari kata layak siap. Berdasarkan sidak komisi 4 pada senin 13 Januari 2025 laporan hitungan bobot pekerjaan yang dihitung ppk pada 31 Desember diangka 67,5 % . Bobot inilah yang digunakan untuk pengenaan denda keterlambatan perhari dengan addendum perpanjangan pertambahan waktu 50 hari.
kami pada hal ini ikut mempertanyakan bobot yang dihitung ppk ini gimana , apakah bobot gedung yang belum terpasang sudah dikatakan bobot atau seperti apa . Karena perhitungan bobot ini menjadi landasan pengenaan denda yang di kenakan Dan tentu publik perlu tau tentang hal ini. sehingga permasalahan ini tidak menjadi tanda tanya ditengah masyarakat.
Kami juga mengingatkan pada kontraktor untuk serius dalam mengerjakan proyek ini mengingat nilai proyek yang besar. Sampai hari Juma’t (17/01), pekerjaan sisa bobot 32,5 % daripada pekerjaan masih banyak yang harus di kerjakan dan jauh dari kata selesai.
Denda perhari dari keterlambatan menjadi isu hangat di tengah masyarakat Dedi Ashari Ketua Himpunan Mahasiswa Rohul universitas Lancang Kuning yang juga pemuda Rokan Hulu ikut memberikan tanggapan.
pengenaan denda pada keterlambatan proyek, telah diatur pemerintah. Besarannya 1/1.000 dari nilai kontrak. “Aturannya ada di pasal 79 ayat 4 Perpres 16 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan Perpres 12 Tahun 2021, dan dari informasi yang kami himpun pengenaan denda dihitung atas bobot pekerjaan yang belum selesai yaitu 32,5%,” terangnya kepada media jumat (17/01) di Pekanbaru.
Kendati demikian, Dedi menyebut hal itu hanya diketahui PPK dan kontraktor saja. Karena pengenaan denda, bisa berbunyi berbeda dalam klausul kontrak yang ditandatangani. “Harus dilihat juga kontraknya, karena nanti akan berbunyi juga di situ, namun pada prinsipnya masyarakat juga harus perlu tau karena proyek terlaksana atas partisipasi masyarakat dalam membayar pajak,” ungkapnya.
“kami juga akan mengirim surat keterbukaan informasi kepada PPK untuk memberikan penjelasan mengenai bobot yang sudah dihitung untuk menjadi landasan pengenaan denda namun sampai hari ini kami masih menanti i’tikat baik dari pada Dinas Perkim ataupun PPK untuk memberikan penjelasan resmi terkait hal ini,” beber Dedi Ashari.
Jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan proyek pembangunan dprd Rohul untuk kepentingan pribadi salah satunya dengan permainan menghitung bobot pekerjaan yang akan menjadi landasan penghitungan denda sehingga kontraktor merasa tidak mempunyai beban mendalam dalam mengejar kesiapan gedung dprd rohul dan jika perhitungan bobot ini tidak sesuai pemerintah dalam hal ini dirugikan.
“Kami juga menduga ada indikasi oknum anggota dprd rohul yang juga berada di komisi 4 membekingi proyek tersebut , semoga saja dugaan kami kali ini tidak benar, kami masih sangat percaya pada integritas perwakilan kami di DPRD Rohul karena proyek ini sendiri akan menjadi kantor bagi anggota DPRD Rohul,“ tutup Dedi Ashari. (Red)