Example 325x300
AgamaBeritaPekanbaruRiau

Renungan: Kebaikan, Jalan Menuju Kebenaran

64
×

Renungan: Kebaikan, Jalan Menuju Kebenaran

Sebarkan artikel ini

Cakra Republik.com – Pekanbaru,-Mengapa merumuskan undang-undang itu hal yang membosankan? Karena sulit menghakimi perbuatan zahir dan manusia tidak didesain untuk menghakimi. Undang-undang, peraturan, hukum, tentu saja perlu dan wajib untuk selalu diperbaharui. Namun, merumuskan undang-undang itu merepotkan karena kita dipaksa berpikir mana yang salah, mana yang benar, perbuatan mana yang melampaui batas, perbuatan mana yang masih dalam koridor?

Ingin rasanya kita campakkan kertas berlembar-lembar itu sambil bergumam, “tidak kah orang paham inti masalahnya dan cukuplah pemahaman itu menjadi panduan?” Sangat sulit menghakimi perbuatan zahir, yang variabelnya rumit dan selalu berkembang. Dan betapa sulitnya menghakimi perbuatan zahir yang hukumnya akan berbeda ketika niatnya berbeda? Itu sebabnya dalam pembahasan hukum dan undang-undang negara maupun agama sekalipun, selalu ada perdebatan dan yang lebih sering, ada pertengkaran.

Alasan lainnya ialah manusia tidak didesain untuk menghakimi, karena itu adalah pekerjaan Tuhan. Upaya menertibkan manusia lewat hukum dan undang-undang seharusnya dijalani dengan rasa sungkan dan tidak nyaman karena kita menjalankan pekerjaan Tuhan sedangkan kita berlumuran dosa. Yang terjadi ialah, orang sibuk membentangkan dalil-dalilnya dan menyampaikan sederet alasan mengapa pendapatnya yang paling benar. Ketika semua orang bersikap demikian, tentulah pertengkaran terjadi, karena sekelompok orang sedang “bermain Tuhan” atau “playing God.”

Tentu saja manusia perlu peraturan, perlu undang-undang, perlu hukum. Tanpa ketiganya manusia akan hidup tak beraturan. Namun perlu dipahami bahwa ketiga instrumen di ataa bukanlah alat utama untuk menciptakan ketertiban dan kemakmuran umat. Instrumen utama pencipta kemakmuran ialah hati yang damai dan pikiran yang hidup. Itu sebabnya, pemimpin yang efektif adalah mereka yang mendamaikan hati dan menghidupkan pikiran pengikutnya. Dan cara mencapai keduanya adalah melalui “kebaikan.”

Kebaikan, maksudnya yang pertama adalah berbuat baik. Perbuatan baik yang dilakukan secara tulus oleh pemimpin itu mendamaikan hati dan secara otomatis menghidupkan pikiran orang lain. Sedangkan maksud kebaikan yang kedua ialah mengajak semua orang menjadi baik. Renungkan: Kemakmuran itu sebenarnya hanyalah kebaikan yang dilakukan secara kolektif dan berkesinambungan. Itu sebabnya, urusan pemimpin sama sekali tidak selesai ketika ia sudah merumuskan undang-undang, peraturan dan hukum.

Ia masih harus berurusan dengan: Kebaikan. Apakah ia sudah melakukan kebaikan? Apakah ia sudah mengajak orang melakukan kebaikan? Apakah ia sudah menjelaskan apa itu kebaikan? Apakah ia sudah menjelaskan apa yang terjadi jika ada kebaikan? Apakah ia sudah menjelaskan keterkaitan undang-undang dengan kebaikan? Apakah ia sudah menanam sebanyak-banyaknya kebaikan? Apakah ia sudah mendoakan sebanyak-banyaknya kebaikan?

Itu sebabnya tidak perlu panjang-panjang dan lama-lama mengkaji kebenaran, karena batin kita akan tersesat dalam kebingungan, mulit kita sibuk dengan perdebatan dan fisik kita sibuk dengan pertengkaran. Diskusikan, lakukan, dan budayakan saja kebaikan: Karena melaluinya, kita akan tertuntun untuk mengetahui, mana yang benar, mana yang salah, mana yang masih bisa ditolerir, mana yang sudah melampaui batas, mana yang keliru, mana yang tepat. Itu sebabnya, kebaikan, adalah jalan menuju kebenaran. Wallahua’lam.

 

Sumber: YM Ustaz

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250